Benarkah Bilangan Prima Merupakan Bahasa Universal Alam
Semesta?
Bilangan prima dalam matematika diyakini merupakan salah satu misteri
alam semesta, karena hingga era komputer sekarang ini pun, ia banyak
dimanfaatkan sebagai sistem kodetifikasi (pengkodean, penyandian) berbagai hal
yang penting dan rahasia. Di alam semesta, ia "diduga" menjadi bahasa universal
yang dapat dipahami oleh semua makhluk berkecerdasan tinggi dan dipakai sebagai
komunikasi dasar antar mereka. Bahkan sejak dahulu, sebagian ilmuwan meyakini
adanya hubungan erat bilangan prima dengan desain kosmos.
Berdasarkan kajian mutakhir atas al-Qur'an, ditemukan bahwa Sang Pencipta
al-Qur'an dan Alam Semesta menjaga dan memelihara Kitab Mulia ini, antara lain,
dengan sistem kodetifikasi berbasis bilangan prima. Dengan memanfaatkan temuan
sains modern dan kajian mutakhir para ilmuwan Muslim terhadap al-Qur'an, buku
ini mengajak pembaca menangkap isyarat-isyarat al-Qur'an yang tersembunyi dalam
kodetifikasi bilangan
prima.
|
Pengantar Penerbit
Sepanjang sejarah peradaban manusia, buku yang paling banyak dibaca, sekaligus dipelajari, ditelaah dan direnungkan, tak pelak lagi, adalah al-Qur'an. Dari mata air hikmahnya, mengalirlah butiran dan tetesan ilmu. Bukan hanya ilmu keagamaan namun juga ilmu kealaman dan ilmu kemasyarakatan. Karena itu, apabila kita membuka lembaran sejarah ilmu Islam, kita menemukan ratusan, bahkan ribuan, ilmuwan Muslim. Di dalam sejarah Islam, pada Masa Klasik (abad ke-8 hingga ke13 M), kebanyakan ilmuwan Muslim tidak hanya menekuni satu bidang ilmu, karena pada masa itu tidak dibedakan antara ilmu agama dan ilmu umum. Karena itu, kita acapkali mendapati seorang ulama (ahli ilmu agama) sekaligus juga filosof atau ilmuwan (ahli ilmu kealaman, sosial, kedokteran), seperti Ibn Sina, al-Farabi, Ibn Rusyd, dan lain-lain.
Memang pada Abad Pertengahan
(abad ke-13 sampai ke18) hingga modern Islam (mulai abad ke-19), ketika Eropa
demikian bergairah mengembangkan ilmu-seraya mencampakkan agama [Kristen]-lalu
mencetuskan Revolusi Industri, Dunia Islam hampir sama sekali tidak mampu
mengembangkan ilmu. Tidak banyak ilmuwan lahir pada masa kegelapan itu. Dunia
Islam terpuruk dalam berbagai keterbelakangan dan kejumudan. Produk ilmunya pun
hanya bersifat "daur ulang" dan itu pun sebagian besar dalam bidang keagamaan. Praktek kehidupan kaum
Muslim dicemari oleh bid'ah, khurafat dan takhayul.
Ketika kaum Muslim
bersentuhan dengan Barat-meski dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme-mata
sebagian ulama dan pemikir Dunia Islam menjelang zaman modern mulai terbuka.
Mereka merasa ada sesuatu yang hilang dari umat Islam selama ini hingga
terbelakang dan terjajah. Sesuatu itu adalah ruh al-Qur'an. Sehingga kemudian
lahirlah slogan "Kembali kepada al-Qur'an dan Sunnah" dan "Pintu Ijtihad Tidak
Tertutup" dengan tujuan untuk menggali semangat dan jiwa Kitab Mulia umat Islam.
Jadi, tidak seperti pada Abad Pertengahan, di mana al-Qur'an sekadar dibaca
untuk mengharap pahala atau sebagai jimat, pada zaman modern, alQur'an kembali
dikaji dan dijadikan sumber ilham dan pemikiran. Mulai banyak ulama dan pemikir
yang mencoba mencari solusi bagi keterbelakangan Dunia Islam dengan
menafsir-ulang al-Qur'an dan Sunnah. Beberapa nama dapat disebutkan di sini:
Jamaluddin al-Afghani, Muhammad 'Abduh, Mohammad Iqbal, dan pada abad ke-20,
Sayyid Quthb, Syed Hossein Nasr, dan Arkoun. Namun, di antara begitu banyak
ulama dan pemikir itu, masih cukup langka ilmuwan Muslim yang-dengan
kepakarannya dalam ilmu kealaman dan matematika-berusaha menemukan kesesuaian
ayat-ayat Qur'aniyah dan ayat-ayat Kauniyah di alam
semesta.
Syukurlah, sejak
dekolonisasi Dunia Islam sekitar pertengahan abad ke-20, keadaan berubah.
Dengan semakin banyaknya ilmuwan Muslim yang menguasai
kepakaran dalam bidang sains modern dan matematika, kesesuaian ini semakin
banyak digali dan ditemukan. Diskusi-diskusi dalam berbagai forum dan yang
dilakukan melalui berbagai media dengan ilmuwan Barat, memungkinkan ilmuwan
Muslim yang mempunyai basis pengetahuan Qur'aniyah cukup sekaligus sains modern
yang baik mendapati banyak "titik temu" antara kedua jenis ayat Tuhan
itu.
Dalam forum-forum diskusi
ini semakin terkaji bahwa alam semesta -- al-Qur'an dan sains modern sama-sama
mengisyaratkan bahwa alam semesta tidak satu-bukan ada dengan sendirinya
sebagaimana kesimpulan berani dari ilmuwan ateis. Alam semesta juga mustahil
diciptakan secara sembarangan dan serampangan, dan pasti diciptakan dengan suatu
rancangan oleh Satu Wujud Yang Maha Perancang sebagaimana diisyaratkan oleh
tanda-tanda kekuasaan-Nya yang lain, yaitu ayat-ayat Kitab Suci yang juga datang
dari-Nya. Memang, isyarat bahwa alam semesta dirancang oleh Sang Perancang Agung
dinyatakan dalam bukti-bukti yang termaktub di dalam al-Qur'an, Kitab-Nya yang
mulia. Ayat-ayat al-Qur'an berkenaan dengan kosmologi atau berbagai fenomena
alam yang dahulu tidak dapat ditafsirkan secara memadai, kini-dengan sains
modern-dapat ditafsirkan lebih memuaskan, seperti pertanyaan tentang bagaimana
alam semesta diciptakan dan hubungannya dengan frase kun fayakun (Jadi, maka
jadilah) dalam al-Qur'an.
Buku di tangan pembaca ini
merupakan hasil pencarian penulis "menemukan" sebagian kecil dari kesesuaian ayat-ayat al-Qur'an
dengan fenomena alam berdasarkan sejumlah wacana yang berlangsung di dunia sains
modern. Ternyata, bilangan prima dengan pelbagai operasinya, yang dalam sains
diyakini oleh ilmuwan dan matematikawan sebagai kodetifikasi desain alam
semesta, ternyata juga digunakan oleh al-Qur'an, untuk menjaga
keterpeliharaannya. Peletakan Surat al-Hadid (Surat Besi, surat ke-57) dalam
al-Qur'an ternyata bersesuaian dengan letak unsur besi dalam tabel periodik
kimia, demikian juga dengan temuan ilmiah bahwa unsur besi memang benarbenar
diturunkan [dari "langit", dari bintang lain] sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur'an. Selain itu, masih ada beberapa "temuan" penulis
lainnya.
Kami menyajikan buku ini
dengan harapan dapat menambah keyakinan pembaca bahwa al-Qur'an mustahil dibuat
oleh manusia (Muhammad Saw) dan "sistem pengamanan"-nya pun dirancang sedemikian
rupa oleh Penciptanya sehingga akan segera diketahui jika ada yang mengubah,
memalsukan, menambah atau mengurangi jumlah dan susunan ayat. Buku ini,
rencananya akan diikuti oleh sejumlah buku karya penulis yang sama dengan
semangat yang sama pula. Mudah-mudahan buku ini dapat meningkatkan penghayatan
kita pada al-Qur'an dan membersihkan tauhid kita. Amin ya Rabbal'Alamin.
0 komentar:
Posting Komentar